Kamis, 17 Maret 2011

PENGERTIAN KORUPSI DAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAGIAN DARI HUKUM PIDANA KHUSUS

A. PENGERTIAN KORUPSI DAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAGIAN DARI HUKUM PIDANA KHUSUS
Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara Harfiah, Korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah.
 Andi Hamzah (2005), menjelaskan bahwa Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Definisi Korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi, definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah:
1.      Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
2.      Menyelewengkan; menggelapkan (uang dsb).
Perbuatan Korupsi dalam dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime dan dapat juga dikatakan sebagai extra ordinary crime, karena ia merupakan kejahatan luar biasa begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat ditemukan penyimpangan dari ketentuan KUHP sehingga tindak pidana korupsi di golongkan ke dalam hukum pidana khusus.
B. SEBAB DAN AKIBAT KORUPSI
Robert Klitgaard, dkk (2002) berpendapat bahwa penyebab terjadinya korupsi dapat terjadi jika adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.
Singh (1974), dalam penelitiannya menemukan beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni: kelemahan moral, tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi, hambatan struktur sosial. Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu:
1.      Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
2.      Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
3.      Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.
4.      Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
5.      Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah.
Dampak atau akibat dari tindak korupsi ini, juga digambarkan secara baik oleh Gatot Sulistoni, Ervyn Kaffah & Syahrul Mustofa (2003), dalam 3 (tiga) kategori, yakni: politik, ekonomi dan sosial-budaya.
*      Secara politik, tindakan korupsi juga mengakibatkan rusaknya tatanan demokrasi dalam kehidupan bernegara, Karena: Pertama, prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, tidak akan terjadi sebab kekuasaan dan hasil-hasil pembangunan lebih banyak dinikmati oleh para koruptor. Kedua, posisi pejabat dalam struktur pemerintahan diduduki oleh orang-orang yang tidak jujur, tidak potensial dan tidak bertanggungjawab. Hal ini disebabkan karena proses penyeleksian pejabat tidak melalui mekanisme yang benar, yakni uji kelayakan (Fit and Propper Test), tetapi lebih dipengaruhi oleh politik uang (Money Politic) dan kedekatan hubugan (Patront Client), ketiga, Proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga proses pembangunan berkelanjutan terhambat.
*      Dari aspek ekonomi, dampak dari suatu tindak korupsi contohnya: Pertama, Pendanaan untuk petani, usaha kecil maupun koperasi tidak sampai ke tangan masyarakat.
*      Sedangkan dampak korupsi dari aspek sosial diantaranya: Pertama, Pada tingkat yang sudah sangat sistematis, sebagian besar masyarakat tidak lagi menghiraukan aspek profesionalisme dan kejujuran (Fairness). Hal ini disebabkan karena semua persoalan diyakini bisa diselesaikan dengan uang sogokan. Kedua, Korupsi mendidik masyarakat untuk menggunakan cara-cara tidak bermoral dan melawan hukum untuk mencapai segala keinginannya.
Faktor-faktor akibat korupsi menurut Alatas (1987) :
1.      Timbulnya ketidakefisienan yang menyeluruh didalam birokrasi.
2.      Dalam bidang ekonomi, korupsi menimbulkan beban yang harus dipikul oleh masyarakat. Sebagai implikasi dari tingginya korupsi misalnya, akan maembuat harga-harga menjadi lebih mahal, disamping beban berupa pajak dan pungutan lain yang sah. Selain itu, pengelakan pajak yang dilakukan oleh orang yang korup, harus ditutup dengan pajak dari warga negara yang jujur. Selanjutnya, secara ekonomis korupsi juga menaikkan biaya pelayanan, serta mengabaikan produktivitas dan kesejahteraan rakyat.
3.      Pengaruh lainnya seperti larinya tenaga ahli ke luar negeri, lahirnya berbagai bentuk
ketidakadilan yang mempengaruhi pribadi-pribadi yang tidak terhitung banyaknya,pemerintah yang mengabaikan tuntutan terhadap kelayakan pemerintahan, sikap masa bodoh yang meluas, kelumpuhan psikologis dalam arti tidak terdapat
kreativitas kerja yang terbit dari suasana yang sehat, menyuburkan jenis kejahatan
lain dalam masyarakat, melemahnya semangat perangkat birokrasi dan mereka yang
menjadi korban, dan sebagainya.
Pada akhirnya, pemberantasan korupsi di Indonesia harus dilakukan. Apalagi fakta membuktikan bahwa korupsi diberbagai segmen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, sampai dengan saat ini masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Pemberantasan korupsi ini tidak akan membawa hasil yang optimal, apabila hanya dilakukan oleh pemerintah dan instrumen formal lainnya, tanpa mengikutsertakan rakyat yang notabene adalah korban dari kebijakan segelintir orang (baca : Para Pemegang Kebijakan).


C. BENTUK-BENTUK KORUPSI DAN RUANG LINGKUPNYA
Adapun dari segi tipologi, Alatas (1987) membagi korupsi kedalamtujuh jenis yang berlainan. Ketujuh jenis korupsi itu adalah sebagai berikut :
1.      Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pemberi dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.
2.      Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan kepada
pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancan dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
3.      Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4.      Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
5.      Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6.      Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilakukan oleh seseorang seorang diri.
7.      Korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang dilakukan untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.
Ruang lingkup korupsi
Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan bertumpu pada birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur kekuasaan yang demikian, maka penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang (Mochtar Lubis, 1995). Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

D. PENANGGULANGAN KORUPSI
Cara untuk memberantas atau mencegah korupsi dapat dibagi kedalam tiga kategori besar, yakni kategori kultural, kategori sosial historis, dan kategori pemerintahan.
Dari kategori kultural, program penanggulangan korupsi sangat tergantung pada keadaan dan kemauan kelompok pemimpin. Dalam hal ini sangat dituntut kesadaran dan pemahaman terhadap sifat, sebab dan akibat korupsi, dengan dimilikinya kesadaran serta pengertian dan pemahaman para pejabat terhadap korupsi, diharapkan mereka akan merubah orientasinya bahwa pembangunan dan aspek-aspek keuangannya hanyalah ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat seluruhnya. Dalam kaitan ini perlu dibangun juga keberanian melengserkan pejabat yang korup secara sistematis.
Sedangkan dari kategori sosial historis, budaya birokrasi patrimonial perlu dikikis secara perlahan-lahan namun pasti, sehingga pada saatnya akan menghapus pula budaya nepotisme yang jelas-jelas tidak mendukung kepada upaya penciptaan profesionalisme birokrasi. Dengan kata lain, sudah saatnya warisan budaya lama ini ditinggalkan dan disesuaikan dengan tuntutan-tuntutan baru yang lebih menghendaki rekrutmen secara lebih adil dan obyektif.
Adapun dari kategori pemerintahan, banyak hal yang harus dilakukan antara lain melalui strategi sebagai berikut:
1.      Penyempurnaan atau pembaharuan sistem administrasi yang belum sempurna untuk mencegah kebocoran. Khususnya masalah pengawasan harus lebih diintensifkan dan memangkas duplikasi-duplikasi dalam kelembagaan pengawasan.
2.      Peningkatan tingkat kesejahteraan aparatur. Pengertian kesejahteraan disini harus ditafsirkan sebagai pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik, dimana dengan pemenuhan dari kedua aspek ini diharapkan aparatur tidak akan mudah tergoda untuk melakukan penyelewengan, justru sebaliknya akan memperkuat motivasinya guna mengabdikan diri kepada kepentingan bangsa dan masyarakat.
3.      Pembaharuan sistem hukum pidana nasional guna mencegah kecenderungan kolusi
yang sulit dibuktikan. Pembaharuan sistem hukum disini dimaksudkan sebagai
penegakan norma-norma yang tidak semata-mata mengandalkan kepada kebenaran
formil dalam pembuktiannya, tetapi juga harus memperhatikan perasaan keadilan dalam masyarakat secara materil.

Rabu, 16 Maret 2011

PENGERTIAN KORUPSI DAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAGIAN DARI HUKUM PIDANA KHUSUS

A. PENGERTIAN KORUPSI DAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAGIAN DARI HUKUM PIDANA KHUSUS
Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara Harfiah, Korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah.
 Andi Hamzah (2005), menjelaskan bahwa Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Definisi Korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi, definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah:
1.      Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
2.      Menyelewengkan; menggelapkan (uang dsb).
Perbuatan Korupsi dalam dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime dan dapat juga dikatakan sebagai extra ordinary crime, karena ia merupakan kejahatan luar biasa begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat ditemukan penyimpangan dari ketentuan KUHP sehingga tindak pidana korupsi di golongkan ke dalam hukum pidana khusus.
B. SEBAB DAN AKIBAT KORUPSI
Robert Klitgaard, dkk (2002) berpendapat bahwa penyebab terjadinya korupsi dapat terjadi jika adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.
Singh (1974), dalam penelitiannya menemukan beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni: kelemahan moral, tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi, hambatan struktur sosial. Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu:
1.      Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
2.      Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
3.      Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap.
4.      Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
5.      Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah.
Dampak atau akibat dari tindak korupsi ini, juga digambarkan secara baik oleh Gatot Sulistoni, Ervyn Kaffah & Syahrul Mustofa (2003), dalam 3 (tiga) kategori, yakni: politik, ekonomi dan sosial-budaya.
*      Secara politik, tindakan korupsi juga mengakibatkan rusaknya tatanan demokrasi dalam kehidupan bernegara, Karena: Pertama, prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, tidak akan terjadi sebab kekuasaan dan hasil-hasil pembangunan lebih banyak dinikmati oleh para koruptor. Kedua, posisi pejabat dalam struktur pemerintahan diduduki oleh orang-orang yang tidak jujur, tidak potensial dan tidak bertanggungjawab. Hal ini disebabkan karena proses penyeleksian pejabat tidak melalui mekanisme yang benar, yakni uji kelayakan (Fit and Propper Test), tetapi lebih dipengaruhi oleh politik uang (Money Politic) dan kedekatan hubugan (Patront Client), ketiga, Proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga proses pembangunan berkelanjutan terhambat.
*      Dari aspek ekonomi, dampak dari suatu tindak korupsi contohnya: Pertama, Pendanaan untuk petani, usaha kecil maupun koperasi tidak sampai ke tangan masyarakat.
*      Sedangkan dampak korupsi dari aspek sosial diantaranya: Pertama, Pada tingkat yang sudah sangat sistematis, sebagian besar masyarakat tidak lagi menghiraukan aspek profesionalisme dan kejujuran (Fairness). Hal ini disebabkan karena semua persoalan diyakini bisa diselesaikan dengan uang sogokan. Kedua, Korupsi mendidik masyarakat untuk menggunakan cara-cara tidak bermoral dan melawan hukum untuk mencapai segala keinginannya.
Faktor-faktor akibat korupsi menurut Alatas (1987) :
1.      Timbulnya ketidakefisienan yang menyeluruh didalam birokrasi.
2.      Dalam bidang ekonomi, korupsi menimbulkan beban yang harus dipikul oleh masyarakat. Sebagai implikasi dari tingginya korupsi misalnya, akan maembuat harga-harga menjadi lebih mahal, disamping beban berupa pajak dan pungutan lain yang sah. Selain itu, pengelakan pajak yang dilakukan oleh orang yang korup, harus ditutup dengan pajak dari warga negara yang jujur. Selanjutnya, secara ekonomis korupsi juga menaikkan biaya pelayanan, serta mengabaikan produktivitas dan kesejahteraan rakyat.
3.      Pengaruh lainnya seperti larinya tenaga ahli ke luar negeri, lahirnya berbagai bentuk
ketidakadilan yang mempengaruhi pribadi-pribadi yang tidak terhitung banyaknya,pemerintah yang mengabaikan tuntutan terhadap kelayakan pemerintahan, sikap masa bodoh yang meluas, kelumpuhan psikologis dalam arti tidak terdapat
kreativitas kerja yang terbit dari suasana yang sehat, menyuburkan jenis kejahatan
lain dalam masyarakat, melemahnya semangat perangkat birokrasi dan mereka yang
menjadi korban, dan sebagainya.
Pada akhirnya, pemberantasan korupsi di Indonesia harus dilakukan. Apalagi fakta membuktikan bahwa korupsi diberbagai segmen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, sampai dengan saat ini masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Pemberantasan korupsi ini tidak akan membawa hasil yang optimal, apabila hanya dilakukan oleh pemerintah dan instrumen formal lainnya, tanpa mengikutsertakan rakyat yang notabene adalah korban dari kebijakan segelintir orang (baca : Para Pemegang Kebijakan).


C. BENTUK-BENTUK KORUPSI DAN RUANG LINGKUPNYA
Adapun dari segi tipologi, Alatas (1987) membagi korupsi kedalamtujuh jenis yang berlainan. Ketujuh jenis korupsi itu adalah sebagai berikut :
1.      Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pemberi dan pihak penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.
2.      Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan kepada
pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancan dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
3.      Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4.      Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
5.      Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
6.      Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilakukan oleh seseorang seorang diri.
7.      Korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang dilakukan untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.
Ruang lingkup korupsi
Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan bertumpu pada birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur kekuasaan yang demikian, maka penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang (Mochtar Lubis, 1995). Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

D. PENANGGULANGAN KORUPSI
Cara untuk memberantas atau mencegah korupsi dapat dibagi kedalam tiga kategori besar, yakni kategori kultural, kategori sosial historis, dan kategori pemerintahan.
Dari kategori kultural, program penanggulangan korupsi sangat tergantung pada keadaan dan kemauan kelompok pemimpin. Dalam hal ini sangat dituntut kesadaran dan pemahaman terhadap sifat, sebab dan akibat korupsi, dengan dimilikinya kesadaran serta pengertian dan pemahaman para pejabat terhadap korupsi, diharapkan mereka akan merubah orientasinya bahwa pembangunan dan aspek-aspek keuangannya hanyalah ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat seluruhnya. Dalam kaitan ini perlu dibangun juga keberanian melengserkan pejabat yang korup secara sistematis.
Sedangkan dari kategori sosial historis, budaya birokrasi patrimonial perlu dikikis secara perlahan-lahan namun pasti, sehingga pada saatnya akan menghapus pula budaya nepotisme yang jelas-jelas tidak mendukung kepada upaya penciptaan profesionalisme birokrasi. Dengan kata lain, sudah saatnya warisan budaya lama ini ditinggalkan dan disesuaikan dengan tuntutan-tuntutan baru yang lebih menghendaki rekrutmen secara lebih adil dan obyektif.
Adapun dari kategori pemerintahan, banyak hal yang harus dilakukan antara lain melalui strategi sebagai berikut:
1.      Penyempurnaan atau pembaharuan sistem administrasi yang belum sempurna untuk mencegah kebocoran. Khususnya masalah pengawasan harus lebih diintensifkan dan memangkas duplikasi-duplikasi dalam kelembagaan pengawasan.
2.      Peningkatan tingkat kesejahteraan aparatur. Pengertian kesejahteraan disini harus ditafsirkan sebagai pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik, dimana dengan pemenuhan dari kedua aspek ini diharapkan aparatur tidak akan mudah tergoda untuk melakukan penyelewengan, justru sebaliknya akan memperkuat motivasinya guna mengabdikan diri kepada kepentingan bangsa dan masyarakat.
3.      Pembaharuan sistem hukum pidana nasional guna mencegah kecenderungan kolusi
yang sulit dibuktikan. Pembaharuan sistem hukum disini dimaksudkan sebagai
penegakan norma-norma yang tidak semata-mata mengandalkan kepada kebenaran
formil dalam pembuktiannya, tetapi juga harus memperhatikan perasaan keadilan dalam masyarakat secara materil.

Hukum Pajak

SILABUS HUKUM PAJAK

PENGANTAR                                                                         
§  Pengertian pajak dan hukum pajak
§  Dasar Hukum Pemungutan Pajak dan Fungsi Pajak Bagi Negara
§  Asas-asas Hukum Pajak
§  Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum lainnya
PENGGOLONGAN PAJAK
§  Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
§  Pajak Negara dan Pajak Daerah
§  Pajak Langung dan Tidak Langsung
TIMBUL DAN HAPUSNYA HUTANG PAJAK
§  Kewajiban Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
§  Ajaran Tentang Timbulnya Hutang Pajak
§  Hal-hal Yang Menghapuskan Hutang Pajak
PENAGIHAN HUTANG PAJAK
§  Tata cara Penagihan Hutang Pajak
§  Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
TAX REFORM
§  Latar Belakang Dilakukannya Tax Reform
§  Tujuan Dari Tax Reform
§  Materi-materi Yang Ada Di Tax Reform
HUKUM PAJAK POSITIF DI INDONESIA
§  Pajak Penghasilan
§  Pajak Pertambahan Nilai
§  Pajak Bumi dan Bangunan
§  Aturan Bea Materai
§  Pajak-pajak Daerah
PENYELESAIAN SENGKETA
§  Hak-hak Mengajukan Keberatan dan Banding Dalam Hukum Pajak
§  Pengadilan Pajak


PENGERTIAN PAJAK DAN HUKUM PAJAK
Pajak adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang tanpa adanya jasa timbal atau prestasi yang dapat langsung dirasakan oleh sipembayar pajak yang hasilnya dimasukan kedalam kas negara dan akan digunakan oleh membiayai pengeluaran umum pemerintah melalui APBN
Pengetian pajak menurut beberapa ahli :
1.      Prof Dr Adriani
pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2.      Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH   
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah berdasarkan undang-undang) dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Lima unsur pokok dalam defenisi pajak :
  1. Iuran atau pungutan oleh pemerintah
  2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
  3. Pajak dapat dipaksakan
  4. Tidak menerima kontra prestasi
  5. Untuk mengisi kas negara
Karakteristik pokok dari pajak adalah: pemungutanya harus berdasarkan undang-undang. diperlukan perumusan macam pajak dan berat ringannya  tarif pajak itu, untuk itulah masyarakat ikut didalam menetapkan rumusannya.
            Hukum pajak atau juga disebut hukum fiskal, adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak). 

Sedangkan definisi pajak sendiri tidak mempunyai batasan diantaranya adalah: 
• Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani,”pajak adalah iuran kepada negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-paraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk    menyelenggarakan pemerintahan”.     
• Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan) dengan mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Tetapi pengertian tersebut dikoreksi lagi dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan , Eresco, 1974, halaman 8 “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat ke kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
Dari beberapa definisi diatas dan berdasarkan ciri-ciri dari pajak dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran yang dipungut baik oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan palaksanaannya kepada wajib pajak yang diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik yang bersifat pembiayaan(public investment) maupun mengatur untuk mencapai kesejahteraan umum.    
Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi (ada kontraprestasi secara langsung) karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan prestasi tertentu dari pemerintah, contoh karcis masuk tol.
Sumbangan, pada sumbangan yang menikmati kontraprestasi secara langsung adalah penerima sumbangan.
Perbedaan dan Persamaan pajak dan zakat;
Pajak → Dasar hukumnya Undang-Undang
               Bentuk partisipasi warga kepada negara
               Sanksi bersifat yuridis/ekonomis
Zakat→ Dasar hukumnya Kitab Suci (Al-Quran)
              Kewajiban umat kepada Tuhannya
              Sanksi dan prestasi diterima di Akhirat
              Melaksanakan sesuai kepercayaan
Persamaanya sama-sama bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Dasar Hukum Pemungutan Pajak yang Utama;
☻Pasal 23 Undang-Undang Dasar NRI 1945
☻UU no 6 Tahun 1983 jo UU no 9 Tahun 1994 jo UU no 16 Tahun 2000 jo UU no 35 Tahun 2008 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Fungsi Pajak  
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
           ☻ Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Asas-asas Hukum Pajak
*      Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya
*      Pemungutan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”.
*      Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
*      Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi  penghitungan maupun dari segi waktu.
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
ü  Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
ü  Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
ü  Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
ü  Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
ü  Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
ü  Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Lainnya
Hukum pajak mempunyai hubungan yang sangat erat  dengan hukum perdata dan saling bersangkutan. Hal ini karena kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian-kejadian, keadaan-keadaan dan perbuatan hukum yang bergerak dilingkungan perdata seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian, penyerahan, pemindahan hak karena warisan, kompensasi pembebasan utang dan sebagainya juga banyak istilah-istilah hukum perdata yang digunakan pada hukum pajak seperti domisili, dimana dalam hukum perdata domisili berarti tempat tinggal sedangkan dalam hukum pajak domisili dapat berarti tempat kejadian peristiwa hukum. Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana yaitu dalam hukum pajak terdapat bentuk ancaman pidana seperti ketentuan tindak pidana di bidang pajak tertuang dalam pasal 38 sampai dengan pasal 43 Undang-undang nomor 16 Tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pasal 24 sampai dengan pasal 27 Undang-undang pajak bumi dan bangunan dan pasal 14 Undang-undang Bea Materai.
Pembagian Hukum pajak dan Pengelompokan Pajak
Pembagian Hukum Pajak
Hukum pajak terdiri dari hukum pajak materil dan hukum pajak formil,
*      Hukum pajak materil yaitu memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang dikenakan pajak dan siapa-siapa yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus dibayar atau ketentuan yang mengatur isi dari undang-undang pajak.
*      Hukum pajak formal yaitu memuat ketentuan-ketentuan bagaimana cara melaksanakan hukum pajak material.
Pengelompokan Pajak
Dari segi golongannya pajak dapat dikelompokan menjadi:  
*      Pajak langsung adalah sejenis pajak yang kewajiban pemenuhan pajaknya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain dan pajak ini sudah mempunyai daftar kohir dan pemenuhannya atau pembayarannya secara periodik, Contoh dari pajak langsung adalah pajak penghasilan.
*      Pajak tidak langsung adalah sejenis pajak yang kewajibanya bisa dialihkan kepihak lain, dan tidak punya daftar kohir serta pembayarannya dilakukan atas tatbestanst (didasarkan atas peristiwa, kejadian, keadaan), contoh dari pajak ini adalah pajak pertambahan nilai (PPn).

Dari segi kewenangan memungut:
*      Pajak negara adalah pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah pusat dan hasilnya dimasukan ke kas negara dan selanjutnya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum yang dikeluarkan melalui APBN, contoh dari pajak negara adalah bea cukai, PPh, PBB, PPn.
*      Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah daerah dan dasar pemungutannya adalah peraturan daerah (perda), hasil pemungutannya masuk ke dalam kas daerah dan selanjutnya akan dikeluarkan melalui APBD, contoh dari pajak ini adalah pajak reklame, pajak kendaraan,dll.
Dari segi sifatnya pajak terdiri dari:
*      Pajak subjektif adalah sejenis pajak yang pemungutannya didasarkan pada kondisi subjek pajak tanpa memperhatikan kondisi objek pajak, contoh dari pajak ini adalah pajak pengasilan(pph)
*      Pajak objektif adalah sejenis pajak yang pemungutannya/pemenuhan pajaknya dikaitkan dengan objek pajak, contoh dari pajak ini adalah pajak bumi dan bangunan.
Kewajiban Pajak Subjektif dan Objektif
Kewajiban pajak subjektif adalah kewajiban yang  melekat pada subjeknya. orang pribadi dalam negeri dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia, berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Wajib Pajak badan dalam negeri dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. Warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi. Kewajiban objektif adalah kewajiban yang melekat pada objeknya.
Ajaran Tentang Timbulnya Hutang Pajak
Aliran materil yaitu utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System. Contohnya: syarat timbulnya utang pajak bagi si A dalam contoh di atas menurut Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.  
Aliran formil yaitu hutang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System. Contohnya : hutang pajak si A baru akan timbul sesudah fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Jadi, si A tidak mempunyai kewajiban membayar pajak penghasilan/ pendapatannya jika fiskus belum menerbitkan SKP nya.  
Bagi aliran materil fungsi SKP yaitu untuk menentukan sudah ada/besarnya hutang pajak sedangkan bagi aliran formil SKP berfungsi sebagai dasar untuk penagihan pajak atau timbulnya hutang pajak, menentukan besarnya dan sudah adanya hutang pajak. Jadi fungsi SKP bagi aliran materil dan formil memiliki satu perbedaan yaitu fungsi dasar penagihan pajak.
Hal-hal Yang Menghapuskan Hutang Pajak
Hapusnya hutang pajak yaitu dengan pembayaran, pembebanan, penghapusan, daluarsa, kompensasi.
Tata cara Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak     → asas nasionalitas/kebangsaan
                                           →asas sumber
                                           →asas domisili/tempat tinggal
Stelsel pemungutan pajak     →stelsel nyata (riil stelsel)
                                           →stelsel anggapan (fictiv stelsel)
                                           →stelsel campuran
Sistem pemungutan pajak    →self assissment system
                                          →official assissment system
                                          →with holding system
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (citizenship principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income. 
Asas sumber, negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
☻Stelsel nyata adalah stelsel pemungutan pajak dimana pemungutan pajak baru bisa dilakukan setelah diketahui dengan nyata penghasilan yang sebenarnya dari wajib pajak untuk mengetahui penghasilan yang sebenarnya maka harus diketahui terlebih dahulu berakhirnya setahun pajak.
☻Stelsel anggapan adalah stelsel pemungutan pajak dimana pemungutan pajak dilakukan pada awal tahun pajak untuk menentukan berapa besarnya pajak yang harus dibayar digunakan anggapan dimana isi dari anggapan tergantung pada UU itu sendiri.
☻Stelsel campuran adalah stelsel pemungutan pajak dimana dalam pemungutan pajak dilakukan dua penggunaan, yaitu pada awal tahun digunakan stelsel anggapan sedangkan setelah berakhirnya tahun pajak digunakan stelsel nyata.
Self assefment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana kewenangan untuk mengisi, menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya berada pada tangan wajib pajak sendiri (siwajib pajak).
Official assefment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana kewenangan untuk menentukan dan mengisi laporan pajak berada pada fiskus.
With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak berada pada pihak ketiga, pihak ketiga tidak termasuk bagian dari wajib pajak dan fiskus.
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Tata cara penagihan hutang pajak :
*      Penagihan Biasa ( pasif ) adalah tindakan pejabat pajak kepada wajib pajak karena tidak membayar lunas pajaknya yang terutang tanpa paksaan secara nyata.
*      Penagihan Seketika dan sekaligus merupakan tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada wajib pajak atau penanggung pajak  tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak.
*      Penagihan Aktif ( surat paksa )
Penagihan pajak dengan surat paksa baru bisa dilakukan apabila Penanggung Pajak tidak juga melunasi utang pajak setelah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat tersebut diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, dan terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus atau Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.  
Penagihan pajak dengan surat paksa dikeluarkan oleh menteri yang berwenang untuk pajak pusat dan kepala daerah untuk pajak daerah. Kekuatan hukum pada surat paksa terdapat pada kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA, ini mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Agar tercapai efektivitas dan efisiensi penagihan pajak yang didasari Surat Paksa, ketentuan ini memberikan kekuatan eksekutorial serta memberi kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding. Tindakan hukum lain yang dapat dilakukan setelah surat paksa adalah penyitaan, Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu. Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.
Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat:
  •   nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak
  •   dasar penagihan
  •   besarnya utang pajak
  •   perintah untuk membayar
Tax Reform
Latar belakang Tax Reform
            Pada awalnya pemerintah Indonesia mengandalkan sektor migas sebagai salah satu sumber dana yang terpenting. Tapi alternatif ini ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi dunia secara global, sehingga penerimaan negara pada sektor ini kadang-kadang meningkat atau bahkan mengalami penurunan. Karena pemerintah kini memalingkan perhatian yang lebih besar pada penerimaan dalam negri, dalam hal ini yang menjadi primadona adalah penerimaan dari sektor pajak. Sehingga dilakukan tax reform untuk mengoptimalkan penerimaan pajak maka pemerintah melakukan penyederhanaan pemungutan pajak.
Tujuan tax reform
            Tax reform bertujuan untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam rangka ikut membiayai pembangunan. Sehingga tidak hanya berpatokan pada minyak bumi dan gas untuk menghindari ketergantungan pada minyak bumi dan gas, karena minyak bumi dan gas dapat habis dan musnah. Materi yang diatur pada tax reform yaitu Penyederhanaan jenis pajak, penyederhanaan tarif pajak, meningkatkan kinerja dari aparat pajak.

Pajak Penghasilan
           Pajak penghasilan adalah pajak yang dipungut atas penghasilan wajib pajak, dimana penghasilan itu sendiri adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap.
Dasar hukum pajak penghasilan:
UU No 7 Tahun 1983 jo UU No 10 Tahun 1994 jo UU No 17 Tahun 2000 jo UU No 36 Tahun 2008
Cara mencari PPh yaitu :
PPh  = Penghasilan Kena Pajak x Tarif (pasal 17)
PKP = Penghasilan bruto – Penghasilan Tidak Kena Pajak (pasal 7)
Ketentuan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP):
ü  untuk diri wajib pajak pribadi pertahun PTKP adalah Rp. 15.840.000,00
ü  tambahan untuk wajib pajak yang nikah Rp. 1.320.000,00
ü  tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp.15.840.000,00
ü  tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah ,misalnya (ayah,ibu atau anak kandung atau semenda) dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga, Rp 1.320.000,00
tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
☻Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,00
5%
Diatas Rp.50.000.000,00-Rp.250.000.000,00
15%
Diatas Rp.250.000.000,00-Rp.500.000.000
25%
Diatas Rp.500.000.000,00
30%

☻Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah 28%
Pajak Pertambahan Nilai
            Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dipungut pada saat terjadinya penyerahan barang di daerah pabean. Dasar hukum dari pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah UU No 8 Tahun 1983 jo UU No 11 Tahun 1994 jo UU No 18 Tahun 2000 jo UU No 42 Tahun 2009. Subjek PPn tidak disebutkan dalam undang-undang karena PPn merupakan pajak tidak langsung yang subjeknya tak tentu.
Cara menghitung PPn = Harga Barang Kena Pajak x Tarif (10%)
Cara menghitung PPn BM = (Harga Barang Kena Pajak x Tarif PPn) + (Harga Barang Kena Pajak x Tarif PPn BM) 
tarif PPn BM adalah 20% dan PPn BM dibayar hanya satu kali (1x), pada saat penyerahan barang dari pabrik ke distributor sedangkan dari distributor ke konsumen hanya dikenakan ppn saja.
Pajak Bumi dan Bangunan
           Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak atas harta tak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax). Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah UU No 12 Tahun 1985 jo UU No 12 Tahun 1994. Objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penyederhanaan dari:
  •   Perfounding atas tanah
  •   Perfounding atas kekayaan
  •   Ordonasi pajak kekayaan
  •   Ordonasi pajak jalan
  •   Iuran pemerintah daerah
Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
* digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk memperoleh keuntungan.
*  digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
*  merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak;
*  digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
* digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.  
subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen).
Aturan Bea Meterai
         Dalam UU Nomor 13 Tahun 1985 Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dibawah ini;
Dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk :
a.  Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b.   akta-akta notaris termasuk salinannya;
c.   akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d.   surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) :
      1) yang menyebutkan penerimaan uang;
      2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
      3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
    4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau       diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah);
f.  efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara :
ü  menggunakan benda meterai;
ü  menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah / Dispenda) yang digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah dan tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besaran dan bentuk pajak daerah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda).
Pasal 157 UU No 32 Tahun 2004 mencantumkan sumber pendapatan daerah terdiri dari:
1.      PAD (pendapatan asli daerah ):
a.       Hasil pajak daerah            
b.      Hasil retribusi daerah
c.       Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d.      Dan lain-lain penghasilan daerah yang sah
2.      Dana perimbangan
3.      Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Berdasarkan Pasal 2 UU No 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No 34 Tahun 2000 dan UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah maka jenis pajak untuk profinsi kabupaten, kota adalah sebagai berikut:
☻jenis pajak propinsi terdiri dari:
  1.   pajak kendraan bermotor
  2.   bea balik nama kendaran bermotor
  3.   pajak bahan bakar kendraan bermotor
  4.   pajak air permukaan
  5.   pajak rokok
jenis pajak kabupaten kota:
pajak hotel,pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak air tanah, pajak mineral bukan logam dan batuan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, PBB pedesaan dan perkotaan, pajak sarang walet.
Hak-hak Mengajukan Keberatan dan Banding dalam Hukum Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktorat Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
Pengadilan Pajak
        Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Kedudukan pengadilan pajak berada di ibukota negara dan susunan dari pengadilan pajak itu sendiri terdiri dari pimpinan, hakim anggota, sekretaris, dan panitera. Dasar hukum dari pengadilan pajak adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002. Cara mengajukan gugatan yaitu diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan pajak, jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan atau 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan yang diatas. Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat. Biasanya yang berperkara di pengadilan pajak adalah fiskus dan wajib pajak. Adapun bentuk-bentuk putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan pajak berupa menolak, mengabulkan sebagian/seluruhnya, tidak dapat diterima, menambah pajak yang harus dibayar, membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung dan atau membatalkan. Upaya hukum yang dapat diajukan oleh wajib pajak, yaitu pengajuan banding dan gugatan. Banding adalah upaya yang dilakukan wajib pajak bila ia merasa tidak puas dengan keputusan atas keberatan yang diajukan. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat diajukan wajib pajak bila ia merasa tidak puas dengan prosedur penagihan pajak atau keputusan lain di bidang perpajakan/bea dan cukai. Upaya hukum banding dapat mengakomodasi ketidakpuasan terhadap penyelesaian sengketa pajak yang dicoba diselesaikan dengan mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan (out of court settlement). Namun, tidak seperti halnya pengadilan lain, Pengadilan Pajak tidak mengenal upaya hukum banding ke pengadilan tinggi maupun kasasi. Hanya ada satu upaya hukum terhadap putusan Pengadilan pajak yaitu Peninjauan Kembali yang dapat diajukan pada Mahkamah Agung. Putusan pengadilan pajak bersifat tetap dan mengikat serta putusan pengadilan pajak langsung dapat dilaksanakan