Kamis, 09 Februari 2012

Pembahasan artikel Euthanasia


Wanita Dalam Kasus Euthanasia Di Korea Selatan Meninggal Dunia
Para pejabat medis di Korea Selatan mengatakan, wanita umur 77 tahun yang mengalami mati otak, telah meninggal dunia, setelah  lebih dari 200 hari ditanggalkan dari alat bantu hidup. Ini adalah kasus pertama euthanasia secara hukum.
Tim dokter di RS Severance di Seoul mengatakan, wanita yang hanya dipanggil Kim itu, dinyatakan tutup usia Ahad sore, 202 hari setelah sebuah perintah pengadilan memaksa para dokter untuk mencabutnya dari respirator. 
Dia terus bernafas sendiri sejak bulan Juni tahun lalu, dan terus menerima nutrisi.
Mahkamah Agung Korea Selatan Juni lalu menegakkan keputusan peradilan lebih rendah, yang membenarkan tim dokter menanggalkan alat bantu hidup bagi seorang pasien yang berada dalam keadaan koma permanen. 
Menurut peradilan, perawatan medis terus-menerus terhadap pasien seperti Kim berpotensi merusak harga dirinya sebagai manusia.
Jenis Euthanasia
Jenis Euthanasia dalam kasus yang terjadi di Korea ini adalah Euthanasia Pasif, yaitu Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis kepada pasien yang dapat memperpanjang hidupnya (dengan catatan bahwa perawatan pasien diberikan terus-menerus secara optimal dalam usaha untuk mendampingi/membantu pasien dalam fase hidup yang terakhir. Euthanasia ini juga dapat dikatakan sebagai Euthanasia dengan penghilangan yaitu dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan menghentikan semua perawatan khusus yang dibutuhkan seorang pasien. Tujuannya adalah agar pasien itu dapat dibiarkan meninggal secara wajar.
Euthanasia di Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP
Menurut saya euthanasia boleh saja mengingat dalam Hak Asasi Manusia terdapat hak untuk menentukan diri sendiri, tentunya dengan pemikiran yang matang dan logis, yang benar-benar kematian lebih baik dari pada tetap mempertahankan hidup seseorang yang mungkin saja malah menyiksanya.